JAKARTA Bina TV, – Pemerintah mendapat suntikan dana dari Bank Dunia atau World Bank sebesar USD264 juta (sekitar Rp4,1 triliun) untuk pengembangan proyek bus rapid transit (BRT) di Bandung dan Medan.
Adapun pinjaman ini untuk membangun fasilitas sekitar jalur bus. “Dua kota di Bandung (dan) Medan total yang didukung World Bank 264 juta USD untuk pembangunan capex. Yang di antaranya contoh konkretnya line untuk Jakarta ada hallway pedestrian, ada pull atau deponya. Itu yang salah satu diwujudkan,” kata Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, Suharto, dalam acara Suistanable Transportation Forum di Nusa Dua Bali, Kamis 20 Oktober 2022.
Menurut dia, dana pinjaman dari Bank Dunia ini sudah mulai proses penandatangan pada akhir Agustus 2022. Dana tersebut akan cair 45 hari setelah proses penandatanganan dilakukan. “Ini sudah berproses signing di World Bank akhir Agustus berlaku efektif 45 hari setelah itu. Sekarang sudah berproses konstruksinya di dua kota itu dengan pendanaan Bank Dunia,” jelasnya. Suharto menyampaikan pengembangan BRT di daerah lain akan mengacu pada kajian yang dilakukan lembaga terkait, untuk diberikan dukungan dana.
Namun, Kemenhub akan berfokus untuk menyelesaikan pengembangan transportasi di enam daerah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. “Untuk kota yang lain tergantung kajian pihak lain mana yang akan di support. Kami mengacu RPJMN sampai 2024 harus menuntaskan 6 kota metropolitan, kecuali Jakarta,” ujar dia. “Setelah Bandung dan Medan, akan ada di Makassar, Semarang, Pekanbaru, dan Batam. Sudah ada tahapan dan implementasinya,” sambung Suharto. Percepat Pengembangan Sistem Transportasi Di sisi lain, dia menuturkan bahwa Kemenhub terus mempercepat pengembangan sistem transportasi publik di beberapa kota prioritas. Mulai dari, Jakarta, Semarang, Surakarta, hingga Medan.
“Kementerian Perhubungan saat ini dibantu oleh banyak pemangku kepentingan, termasuk lembaga-lembaga donor, untuk dapat menyukseskan program ini dan memperluas wilayah-wilayah cakupan di kota-kota lainnya. Fokus kami adalah bagaimana pengguna bus bisa merasa nyaman layaknya menggunakan kendaraan pribadi, sehingga perpindahan moda transportasi ini dapat terjadi,” tutur dia. Suharto menyampaikan, proporsi penggunaan transportasi umum di Indonesia masih berada di kisaran 20 persen saja. Angka ini masih tergolong rendah di kawasan regional seperti Malaysia atau Singapura. “Pesatnya pertumbuhan transportasi pribadi termasuk kepemilikan dan penggunaannya menjadi penyebab kekusutan di jalan raya lebih sulit terurai. Akibatnya, sektor transportasi menyumbang hingga 26 persen emisi gas rumah kaca (GRK),” pungkas Suharto.