Bekasi Bina TV, – Pemerintah Desa (Pemdes) Lambangsari menggelar musyawarah lanjutan penetapkan wakif dan Nazir pada sertifkat wakaf tempat pemakaman umum (TPU) Jati Andan di Kampung Buaran, yang berlangsung di Aula Desa, Sabtu (4/6/2022).
“Pada musyawarah pertama tanggal 14 Mei 2022 lahir beberapa rekomendasi. Hari ini Pemdes Lambangsari rapat musyawarah lanjutan untuk memenuhi hasil rekomendasi penggantian wakif dan nazir,” ujar Kades Lambangsari Pipit Haryanti kepada awak media, Sabtu (4/6/2022).
Pipit mengklaim, penggantian Nazir bisa dilakukan pihak Pemdes Lambangsari. Karena sifatnya masih Nazir sementara.
“Sehingga boleh untuk diganti,” ucapnya.
Ketika ditanyakan soal Undang-Undang yang melandasi sertifikat wakaf, hal tersebut kata Pipit, kewenangannya Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
“Karena sertifikat wakaf makam Jati Andan ini lahir karena pengajuan dari kami. Sebelumnya makam Jati Andan ini tanah negara bebas,” ucapnya.
Lalu siapa ahli waris tanah tersebut ? ,” Tidak ada”, tutup kades.
Abu Fikri, Salah satu ahli waris makam TPU Jati Andan menyerahkan surat kuasa untuk menyelesaikan polemik sertifikat wakaf yang dibuat oleh Pipit Haryanti selaku Kepala Desa Lambangsari, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Abu Fikri Muin menyerahkan surat kuasa ahli waris makam melalui pengacara Jonathan pada Sabtu kemarin.
“Secara pribadi, ada Nenek saya yang dimakamkan di TPU Jati Andan. Maka saya menyerahkan kuasa ahli waris makam kepada pengacara Jonatan untuk ditindaklanjuti secara hukum,” ujar Bule sapaan akrab Abu Fitri Muin.
Bule mengatakan, masyarakat atau ahli waris makam juga merasa kecewa. Karena tidak pernah diajak bicara terkait permohonan sertifikat wakaf tersebut.
“Tiba-tiba ada program PTSL yang bahasa saya mengada-ada yang dilakukan oleh kepala desa,” katanya.
Sementara itu, Pengacara Jonathan Walo Salisi SH, mengatakan, penerbitan sertifikat wakaf menjadi polemik bagi keluarga ahli waris makam. Menurut dia, sertifikat wakaf dibuat atas nama pribadi bukan selaku Kepala Desa Lambangsari.
“Ini yang sebenarnya menjadi polemik di masyarakat. Lahirnya sertifikat yang diwakafkan oleh Ibu Pipit Haryanti secara pribadi bukan selaku Kepala Desa Lambangsari. Kemudian di Nazir adalah dua orang staf desa,” kata Jonathan.
Penerbitan sertifikat wakaf ini jadi pertanyaan keluarga ahli waris. Ia pun mempertanyakan kenapa Pipit Haryanti melibatkan pendapat dari Badan Pemberdayaan Desa (BPD) serta tokoh masyarakat setempat.
“Kapasitas mereka apa? Karena dia (Pipit Haryanti-Red) menyebut dalam sertifikat wakaf tersebut atas nama pribadi,” ungkapnya.
“Dan juga si penerima (wakif) harus dijelaskan kegunaannya untuk apa.
Di sini tidak dijelaskan, tidak ada legal standing-nya di situ,” tegas dia.
Menurut Jonathan, lahan TPU Jati Andan merupakan tanah negara bebas.
“Sehingga kami berpikir apa BPN terlibat atau tidak. Kita tidak tahu,” ujarnya.
Tetapi yang jelas, lanjutnya, salah satu syarat untuk pembuatan sertifikat yakni sporadik (penguasaan tanah tidak sengketa).
“Pertanyaannya, penguasaan tanah tidak sengketa dibuat oleh siapa. Ini siapa yang tandatangan, ini harus dilihat terlebih dulu di situ,” ujarnya.
“Ketika orang ini membuat penguasaan tanah, kalau dia aparat pemerintah, maka kena tindak pidana korupsi. Kalau dia orang swasta, maka dia kena pasal 273 atau 263 yakni memberi keterangan tidak benar diatas akta. Itu ancamannya 12 tahun penjara,” terangnya.
Seharusnya menurut Jonatan, ketika ingin membuat sertifikat wakaf, ahli waris makam Jati Andan harus di urun rembuk (kumpul bersama).
“Tetapi sebenarnya kalau kita lihat dengan konsederan (urut-urutan) dibuatnya sertifikat berarti ada tujuan. Karena ketika saya meneliti dari surat PPK Tol Becakayu Seksi 2B, di situ dia (Pipit Haryanti-Red) melihat pasal 57 ayat (1) yang menyatakan seakan-akan lahan itu milik desa.
Padahal, pasal itu tidak berbunyi seperti itu. Berarti orang PPK ini sudah memanipulasi. Ini sudah terlibat lho. PPK ini sudah terlibat dalam tindak pidana pemalsuan surat,” papar Jonatan.
“Karena pasal yang mereka sampaikan itu kepada kepala desa tidak seperti apa yang tertera didalam Undang-Undang mengenai pembebasan lahan untuk kepentingan umum,” sambungnya.
Dia mengungkapkan, adapun syarat-syarat pembebasan lahan untuk kepentingan umum itu diketuai oleh Kepala BPN setempat yang disebut tim 9 termasuk didalamnya keterlibatan kepala desa.
“Saya berfikir bahwa sejak awal dia sudah tahu ada pembebasan lahan,” pungkasnya.
Menurut Jonathan banyak hal hal yang kurang etis atas kinerja kades sekarang, salah satunya terkait Mushola yang berubah wujud menjadi Ruko (Bumdes)
” Pemangku Kepala Desa kita sekarang ini agak Saya ragukan, mushola yang begitu megah yang dibuat oleh kepala desa sebelumnya tiba- tiba Berubah wujud dibuat jat ruko, padahal menurut Saya banyak orang lalu lalang biasanya sholat disitu, dan Saya tidak tahu alasan dasar beliau lebih mementingkan fyur bisnis daripada moral atau agama, dalam hal ini Saya kembali kan kepada Masyarakat lambang sari lah untuk menilainya,” Tutup Jonathan. (Haji Rosyd)