Jakarta,Bina TV, – Lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan.
Sebelummya, kelima terdakwa dinilai bersalah oleh jaksa penuntut umum (JPU) karena melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Yosua. Kelimanya diancam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Adapun JPU menuntut Ferdy Sambo dihukum pidana penjara seumur hidup. Sementara, Richard Eliezer atau Bharada E dituntut pidana penjara 12 tahun.
Sementara itu,tiga terdakwa lainnya, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf dituntut pidana penjara masing-masing 8 tahun. Dalam nota pembelaannya, kelima terdakwa meminta kepada Majelis Hakim untuk dibebaskan dari tuntutan pidana.
1.Kuat Ma’ruf
Melalui pengacaranya,Kuat Ma’ruf meminta Majelis Hakim menyatakan dirinya tak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana maupun tindak pidana pembunuhan. Kuat juga meminta hakim membebaskannya dari dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum.
Tak hanya itu, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo tersebut berharap Majelis Hakim memerintahkan JPU mengeluarkannya dari rumah tahanan. Hakim juga diharapkan memulihkan nama baik Kuat.
Dalam pembelaannya, Kuat membantah telah bersekongkol untuk merencanakan pembunuhan terhadap Yosua.
“Demi Allah, saya bukan orang sadis tega dan tidak punya hati untuk ikut membunuh orang (Yosua), apalagi orang yang saya kenal baik dan pernah menolong saya,” kata Kuat dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (23/1/2023).
2.Ricky Rizal
Sama seperti Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal juga meminta Majelis Hakim membebaskannya dari perkara pembunuhan berencana Brigadir J. Mantan ajudan Ferdy Sambo itu berharap nama baiknya dipulihkan.
“Saya berdoa kepada Allah SWT agar Majelis Hakim berkenan menerima pembelaan yang saya ajukan dan pembelaan yang disampaikan oleh penasihat hukum saya, membebaskan saya dari dakwaan dan tuntutan penuntut umum,” kata Ricky dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (24/1/2023). “Serta memulihkan segala hak saya dalam kemampuan, kedudukan, nama baik, serta harkat dan martabat saya,” katanya.
Sambil menangis, Ricky mengaku tidak pernah sedikit pun menginginkan, menghendaki, merencanakan, dan mempunyai niat menghilangkan nyawa Brigadir J.
Ricky juga mengeklaim dirinya sama sekali tidak tahu rencana pembunuhan, ataupun melakukan perbuatan bersama-sama atau turut serta menghilangkan nyawa Yosua.
“Saya sangat berharap kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar menggunakan kedudukannya sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bukan saja untuk saya, melainkan untuk istri dan putri-putri saya, serta keluarga saya,” kata Ricky diiringi isak tangis.
3.Ferdy sambo
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu juga meminta Majelis Hakim memulihkan nama baiknya.
“Membebaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala dakwaan, atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala tuntutan hukum,” kata pengacara Sambo, Arman Hanis, dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (24/1/2023).
“Memulihkan nama baik terdakwa Ferdy Sambo dalam harkat, martabat, seperti semula,” imbuh Arman.
Sambo mengeklaim, dirinya tak pernah merencanakan pembunuhan terhadap Yosua. Penembakan terhadap Brigadir J disebutnya terjadi begitu cepat. Mantan jenderal bintang dua Polri itu mengaku sempat memerintahkan Ricky Rizal dan Richard Eliezer untuk menembak Yosua ketika berada di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Namun, saat berada di rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sambo mengaku “hanya” memerintahkan Richard menghajar Yosua.
“Peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan,” kata Sambo.
Sambo pun mengaku menyesali perbuatannya. Dia juga meminta maaf dan siap bertanggung jawab sesuai perbuatan dan kesalahannya. Mantan perwira tinggi Polri itu bilang, dirinya dan keluarga telah mendapatkan hukuman berat dari masyarakat berupa caci maki, olok-olok, bahkan fitnah.
“Di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak terhadap saya dan keluarga dalam menjalani pemeriksaan dan persidangan perkara ini, acapkali membawa saya dalam keputusasaan dan rasa frustrasi,” kata Sambo.
4.Putri Candrawati
Sebagaimana permohonan suaminya, Putri Candrawathi juga minta dibebaskan dari kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Majelis Hakim diharapkan menyatakan Putri tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana seperti yang ditudingkan jaksa.
“Membebaskan terdakwa Putri Candrawathi dari segala dakwaan (vrijspraak), atau setidak-tidaknya dinyatakan lepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechts vervolging),” kata pengacara Putri, Arman Hanis, dalam sidang di PN Jaksel, Rabu (25/1/2023).
Sambil menangis tersedu-sedu, Putri mengaku dirinya tak pernah sedikit pun menginginkan, menghendaki, merencanakan, atau melakukan perbuatan bersama-sama menghilangkan nyawa Yosua.
Justru, Putri menegaskan bahwa dirinya benar-benar mengalami kekerasan seksual dan penganiayaan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2023).
Putri bilang, Yosua mengancam akan membunuhnya dan anak-anak jika dia menyampaikan peristiwa ini ke orang lain.
Oleh karenanya, istri Ferdy Sambo itu berharap hakim membebaskannya dari segala tuntutan dan memerintahkan jaksa untuk mengeluarkannya dari rumah tahanan.
“Sungguh, saya ingin menjaga dan melindungi anak-anak kami, mendampingi mereka, dan kembali memeluk mereka serta menebus segala kegagalan saya sebagai seorang ibu,” kata Putri sambil bercucuran air mata.
5.Richard Eliezer
Sama seperti empat terdakwa lainnya, Richard Eliezer meminta Majelis Hakim membebaskannya dari kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Hakim diharapkan menyatakan Richard tidak dapat dipidana karena terdapat alasan penghapus pidana.
Mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut juga meminta supaya hak-hak, kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya dipulihkan.
“Kiranya di palu Yang Mulia Majelis Hakim akan menorehkan sejarah penegakan hukum yang berpihak pada rasa keadilan dan pada akhirnya kami mohon putusan dengan amar sebagai berikut, mengadili, menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum,” kata kuasa hukum Richard, Ronny Talapessy, dalam sidang di PN Jaksel, Rabu (25/1/2023).
“Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan,” lanjutnya.
Ronny menerangkan, dalam perkara ini kliennya diperintah oleh Ferdy Sambo untuk menembak Yosua di rumah dinas Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Perintah untuk menembak tersebut disampaikan kepada Richard di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Saat itu, Sambo menyebut bahwa Yosua telah melecehkan istrinya sehingga “harus dikasih mati”.
Oleh Sambo, Richard didoktrin secara berulang-ulang dalam kondisi ketakutan dan tak bisa menolak perintah atasan. Mendengar perintah tersebut, Richard terkejut. Namun, dia tak kuasa menolak lantaran Sambo merupakan atasan yang pangkat dan kedudukannya jauh di atas Richard.
Menurut Richard, perintah untuk menembak juga Sambo sampaikan ketika berada di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Saat itulah, Richard melepaskan tembakan ke tubuh Yosua.
“Seketika Saksi Ferdy Sambo memerintahkan terdakwa ‘woy kau tembak, kau tembak cepat, cepat kau tembak’. Seketika itu juga terdakwa menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat sebanyak tiga atau empat kali tembakan sambil menutup mata,” ujar Ronny.
Setelahnya, menurut Richard, Yosua jatuh terkapar, namun masih bergerak. Mengetahui Yosua masih hidup, Sambo mengokang senjata dan menembak mantan ajudannya itu hingga dipastikan tewas. Sambo lantas menembakkan pistol ke dinding-dinding rumah untuk memuluskan skenario tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J yang menewaskan Yosua.
Dengan kronologi demikian, Richard merasa dirinya diperalat oleh Sambo, sehingga seharusnya tidak dapat dipidana.
“Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu merupakan pelaku yang disuruh melakukan tindak pidana oleh terdakwa Ferdy Sambo sehingga terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu hanya merupakan alat yang tidak memiliki kesalahan oleh karenanya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana,” tutur Ronny.